Ini adalah sebuah cerita yang terus terngiang dan meminta untuk dituliskan. Sebuah keluarga ibarat sedang mengendarai mobil, orangtua duduk di depan, ayah menyetir dan ibu duduk di sampingnya. Ketika di perjalanan menemui jalan yang salah atau bahkan buntu, ayah akan mengarahkan mobil ke jalan yg benar, jika masih saja tersesat, ayah akan menyarankan ibu atau malah ibu yg berinisiatif membuka peta untuk menunjukkan jalan kepada ayah. Tentunya sebelum itu seharusnya berunding satu sama lain. Bukan malah berteriak satu sama lain untuk melihat peta dan jalan mana yg paling benar. Dua orang anak yg duduk di kursi belakang akan merasa tenang ketika orangtuanya mampu kembali ke jalan yg benar tanpa keributan. Namun, dua anak tersebut akan kebingungan dan lelah selama perjalanan ketika orangtuanya berteriak satu sama lain dan tidak menghiraukan anaknya yang takut. Bahkan, ketika salah satu anak memberi saran yang bisa jadi membantu karena dia sudah berpengalaman, ibu berteriak dia sok pintar
Aku pergi ke sekolah lain untuk menunggu pengumuman hasil lomba, disana ada sekumpulan siswa dan aku menebak mereka panitia. Di sekolah ini aku mengenal seorang sahabat dan dia memang menemaniku selama disini. Selama menunggu hasil, pandangan siswa lain terlihat menerka karena aku memakai seragam yang berbeda. Sahabatku berkata untuk mengabaikan mereka saja. Ya aku memang tidak begitu peduli dengan pandangan siswa di sekolah ini tapi semakin lama aku merasa risih. Akhirnya, aku memutuskan melihat pameran yang ada di aula, disanalah juga terpampang nyata karyaku yang sedang aku lombakan. Ketika melihat ke satu karya, disebelahku berdiri seorang siswa laki-laki bertubuh tinggi ideal dengan potongan rambut A1 memakai seragam OSIS. Sejurus kemudian, seorang siswa perempuan menyusulnya. Aku tidak terlalu peduli dengan kehadiran mereka. Namun, saat aku berbalik arah, laki-laki itu menatapku, kami bertemu mata sebentar dan aku hanya mengangguk lalu pergi. Aku berjalan pergi dan mend